Lebaran sebentar lagi bahkan bisa dibilang tinggal menghitung jam karena diperkirakan akan jatuh besok pagi. Meski demikian kita tetap harus menunggu pengumuman pemerintah terkait penetapan 1 syawal 1436 Hijriyah yang menurut rencananya akan diumumkan petang nanti.
Berbagai kesibukan dan persiapan telah terlihat dan dapat kita rasakan sejak beberapa hari ini, para perantau pulang kampung atau mudik agar dapat berlebaran dengan keluarga tercinta di kampung halaman. Pemerintah dan aparat kepolisian sibuk mempersiapkan infrastruktur dan pengamanan selama masa lebaran. Lebaran, adalah hari raya agama Islam yang paling besar dan disambut dengan suka cita oleh seluruh umat Islam. Tak jarang, perhatian, energi, dan biaya terkuras untuk menyambut lebaran.
Di Indonesia, lebaran bukan hanya dimaknai sebagai aktivitas ritual semata, tetapi sebagai aktivitas sosial. antara lain, sebagai sarana silaturahmi dan sarana saling berbagi kebahagiaan dimana biasanya para pemudik memberikan âTHRâ kepada keluarganya. Dari sisi ekonomi, lebaran juga merupakan sebuah perputaran uang yang luar biasa besar. Para pemudik membawa uang yang telah ditabung selama setahun ke kampung halaman. Para pedagang dan pengelola transportasi mengalami peningkatan omzet sampai beberapa kali lipat. Pemerintah dan masyarakat pun mendapatkan pemasukan dari sektor pariwisata dan jasa.
Dalam merayakan idul fitri, syariat Islam tidak mengajarkan bahwa idul fitri harus identik dengan segala sesuatu yang baru, makanan dan minuman yang kadang-kadang bisa dibilang berlebihan. Berkaitan dengan pakaian pada saat idul fitri, Rasulullah hanya memerintah untuk menggunakan pakaian terbaik yang dimiliki. Terbaik bukan berarti harus baru. Hal inilah yang kadang-kadang disalah artikan oleh sebagian besar umat Islam. Demi memenuhi kebutuhan lebaran, kita rela menguras habis tabungan kita, rela menggadaikan barang, pinjam sana-sini, atau bahkan melakukan tindakan kriminal demi mendapatkan uang untuk kebutuhan lebaran.
Memanglah tidak salah jika kita membeli pakaian dan makanan untuk persiapan lebaran dan membagikannya kepada yang lain, jika kita mampu. Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika kita memaksakan diri dengan dalih apapun dalam memenuhi berbagai kebutuhan lebaran tersebut karena hal tersebut telah keluar dari makna idul fitri.
Rasulullah SAW bersabda: âBarangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh dengan puasanya.â Dalam hadist lain, beliau juga bersabda: âBanyak orang yang berpuasa, tapi dia tidak mendapatkan apa-apa selain haus dan laparâ dan selama kita berpuasa kita tidak boleh meladeni orang yang mengajak bertengkar atau berkelahi dengan mengatakan âsaya sedang berpuasaâ. Itulah hakikat dari puasa, yaitu pengendalian hawa nafsu dan orang-orang yang menahan hawa nafsu-lah yang layak merayakan idul fitri sebagai hari kemenangan.
Mari kita jadikan lebaran sebagai hari kemenangan dan kita isi dengan kesederhaan dan yang tak kalah penting adalah dengan peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan, jangan jadikan lebaran sebagai beban karena makna lebaran bukanlah pakaian baru atau makanan yang lezat, tetapi kita kembali kepada fitrah dan menjadi seseorang yang âbaruâ setelah menempa diri selama bulan Ramadhan.
0 Response to "Mari Jadikan Lebaran Sebagai Hari Kemenangan Bukan Hari Penuh Beban"
Post a Comment